Thursday, June 9, 2011

Pulau Komodo...suatu saat " Aku Pasti Kembali"

Dua bulan terakhir ini benar-benar banyak hari libur, lima hari istirahat di rumah sakit, tiga minggu istirahat dirumah, banyak tanggal merah terjepit di hari kerja dan cuti bersama. Tapi, rasanya waktu menjadi tidak efektif, karena tidak terlalu banyak kegiatan yang dilakukan, lebih banyak berdiam di rumah. Ingin rasanya kembali ke masa itu, saat saya baru memasuki bangku kuliah dan mengikuti salah satu organisasi perkumpulan mahasiswa pecinta alam di kampus tercinta yaitu LAWALATA IPB. Kami melakukan ekspedisi Studi Lapang Akhir yang sangat berkesan bersama teman-teman yang solid dan  penuh kekeluargaan ke Taman Nasional Komodo NTT (13 Juli-02 Agustus 2003). Ya, tepatnya delapan tahun yang lalu. Hingga saat ini pun silahturahmi kami tetap terjalin dengan baik dan pernah terucap untuk menjadikan tempat ekspedisi kami ini sebagai tempat “honey moon” bersama-sama. 

“Hmm..kapan ya saya bisa kesana lagi?? Saya pernah berniat suatu saat saya pasti akan kembali ”

“Pulau Komodo We are Coming”

Friday, April 29, 2011

Filateli

Hingga seminggu ini pemberitaan di media cetak dan elektronik semakin marak dengan The Royal Wedding calon pewaris tahta Inggris Pangeran William dan Catherine Middleton yang akan diselenggarakan di gereja Westminster Abbey, 29 April 2011. Karena Terakhir kalinya pesta rakyat berlangsung di London adalah ketika Pangeran Charles menikahi Putri Diana tahun 1981. Jadi, inilah pesta rakyat dan kerajaan secara bersamaan dalam 30 tahun ini. Sehingga banyak sekali hal-hal yang dipersiapkan menjelang pernikahan ini.
Salah satunya adalah akan dilakukan  pencetakan perangko dengan bergambarkan foto Pangeran William dan Kate.


 
Melihat perangko ini, ingin rasanya memiliki perangko tersebut. Teringat kembali masa kecil saat saya mengkoleksi perangko.

Filateli adalah aktivitas atau hobi mengumpulkan perangkodan benda-benda pos lainnya seperti Sampul Hari Pertama. Pengumpulan benda-benda pos itu kebanyakan mengutamakan edisi lama, meski edisi baru juga ikut dikumpulkan. Semakin tua usia benda pos tersebut, maka harganya semakin tinggi. Di Indonesia, kegiatan Filateli mendapat dukungan dari PT Pos Indonesia. Disetiap kantor pos besar terdapat loket atau ruang filateli. (Wikipedia bahasa Indonesia)

Saat itu saya kelas 2 SD, melihat bapak saya sedang merapihkan koleksi-koleksi bukunya dan menemukan kembali koleksinya dahulu  yaitu 1 album perangko. Saya dan kakak perempuan beserta kedua adik laki-laki saya diberikan 1 album perangko tersebut, sembari dijelaskan sedikit mengenai filateli oleh bapak , kami pun sibuk saling berbagi perangko .

Hanya ada  1 album perangko yang telah usang, kami pun berempat  menabung dari uang saku kami untuk membeli album perangko khusus untuk kami masing-masing.

Perangko yang saya miliki semakin banyak, akhirnya saya pun membeli  1  album perangko dan senang sekali rasanya dapat menyusun berdasarkan kriteria-kriteria yang saya inginkan. Secara kebetulan ternyata om saya dahulunya juga mengkoleksi perangko, Ia pun memberikan perangko-perangko tersebut kepada kami dan kami pun kembali berbagi.

Selain perangko yang diperoleh dari bapak dan om saya. Saya juga mengkoleksi dengan melakukan korespondensi  dengan teman-teman dari luar daerah, yaitu dengan bertukar informasi serta bertukar perangko. kemudian, saya juga membeli perangko di kantor pos khusus untuk filateli. Dan saya pun dapat saling bertukar perangko dengan saudara-saudara saya untuk menambah kreasi pada koleksi perangko tersebut.

Kelas 4 Sd, saya mengirimkan surat kepada alm.wanda (uwak;kakak laki-laki bapak) yang tinggal di Tanjung Balai Karimun, saat itu kerap kali Ia sering berlayar ke luar negeri karena Ia bekerja di pelayaran. Saya menceritakan hobi saya ini, dan senangnya Ia membalas surat saya berikut dengan bingkisan kado ulang tahun untuk saya berupa album perangko yang besar dan juga beserta perangko filateli yang berasal dari berbagai Negara di seluruh penjuru dunia.

Koleksi perangko saya semakin banyak dan teratur penyimpanannya. 1 album khusus untuk perangko luar negeri dan 1 album khusus untuk perangko dalam negeri yaitu perangko Indonesia. Kriteria nya pun bermacam-macam, ada perangko bergambar presiden dari tahun ke tahun, edisi bunga, taman nasional, hewan dan lain sebagainya.

Beberapa jenis perangko:
(http://kumpulan.info/hobby/kegiatan/58-kegiatan/274-filateli-hobi-mengumpulkan-perangko.html):
Perangko Peringatan
Perangko ini dibuat untuk memperingati suatu peristiwa atau kejadian maupun orang-orang terkenal baik nasional maupun internasional. Perangko ini dibatasi jumlah cetakan, masa jual, dan masa berlakunya.
Perangko Definitif
Perangko ini diperuntukkan bagi penggunaan rutin dalam suatu urutan nilai untuk memenuhi berbagai kebutuhan pos. Perangko ini dapat dicetak ulang sesuai kebutuhan dan tidak dibatasi masa berlaku dan masa jual.
Perangko Amal
Perangko ini diterbitkan dengan tambahan harga jual dengan tujuan menghimpun dana untuk kemanusiaan. Perangko ini dibatasi jumlah cetakan, masa jual, dan masa berlakunya.
Perangko Istimewa
Perangko ini dibuat untuk mempromosikan sesuatu atau mengajak masyarakat melakukan sesuatu. Perangko ini dibatasi jumlah cetakan, masa jual, dan masa berlakunya.

Menjadi seorang filatelis di masa SD sangat menyenangkan, mungkin ini juga dikarenakan saya senang memilah-milah, mengkelompokkan, berkreasi, dan mengkoleksi. Saya pernah mengikuti pameran yang diikuti oleh Kantor Pos Kabupaten daerah saya. Pameran ini diselenggarakan oleh Kabupaten daerah saya dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun daerah. Saat itu saya kelas 5 SD. Saya mempersiapkan perangko-perangko  saya selama 1 minggu dengan membentuk dan mengkreasikan beberapa perangko saya menjadi seekor ikan hias yang besar. Sampai akhir batas pengumpulan hasil karya tersebut ikan hias dari perangko ditempel di figura yang telah siap untuk kemudian saya bawa menuju kantor pos.

Tiba pada hari H pembukaan pameran, saya pun tidak mau ketinggalan untuk mengajak keluarga saya melihat pameran, karena pameran tersebut terdiri dari berbagai macam stand atau galeri dari berbagai departemen, bidang usaha, permainan dan lainnya. Tetapi yang paling utama saya datangi dan cari stand nya adalah stand kantor pos.
Senyum bahagia saat berdiri didepan sebuah figura dengan bentuk ikan hias dari perangko di stand kantor pos. Decak kagum pun terpancar melihat banyak kreasi filatelis lainnya dalam mempamerkan perangkonya dalam berbagai cara. 

Ada beberapa tips yang pernah saya lakukan dalam mengumpulkan perangko, diantaranya yaitu menyiapkan perlengkapan dasar seorang filatelis yaitu penjepit pinset untuk memegang perangko dan kaca pembesar. Lalu siapkan buku atau album perangko yang berhasil kita kumpulkan yang kemudian kita pilah-pilah perangko tersebut, misalnya album perangko untuk Indonesia, Amerika, Belanda dan lainnya disesuaikan dengan selera kita. Usia perangko juga penting, usahakan mencari perangko klasik yang sudah langka. Perangko lama biasanya bernilai lebih tinggi khususnya setelah periode tertentu. Kemudian, kita dapat bertemu dengan sesama teman-teman kolektor perangko dalam berbagai kegiatan seperti pameran. Kita juga bisa bergabung dengan perkumpulan filatelis seperti PFI yang ada di Indonesia. Hal ini akan membuat wawasan kita bertambah. Selain itu , kita juga bisa saling bertukar koleksi perangko dengan para kolektor lainnya.

Filateli merupakan hobi yang menyenangkan. Saya bisa menemukan banyak hal menarik dengan mengumpulkan perangko . Saya pun dapat belajar banyak dan dapat menambah ilmu pengetahuan dari koleksi perangko-perangko tersebut misalnya mengenal sejarah bangsa, geografi, bangsa-bangsa, flora dan fauna, profesi serta  aneka kebudayaan yang menarik. Perangko bukan sekadar benda pos untuk berkirim surat. Saya bisa mendapat banyak manfaat dari sebuah perangko dengan memberi kepuasan tersendiri dalam berburu dan mengumpulkan perangko, merawatnya dengan telaten yang tidak bisa diukur dengan materi dan lainnya. Dari filateli juga dapat menambah teman dan sahabat, menjadi sarana berprestasi jika kita sering mengikuti lomba-lomba atau kegiatan lainnya, serta menjadi suatu investasi pribadi yang sangat bermanfaat.

Hobi mengkoleksi perangko ini saya jalani sampai saya menginjak usia 17 tahun, saat itu saya kelas 2 SMA. Sejak berkuliah dan sekarang bekerja, koleksi perangko saya tetap rapi dan terawat di rumah di tempat kelahiran saya di Lahat-Sumatera Selatan. Mungkin suatu saat nanti saya akan memberikan koleksi tersebut kepada keturunan saya.

Wah, prosesi pernikahan Pangeran William dan Kate telah  dimulai, mari kita saksikan di televisi masing-masing :)

Tuesday, January 18, 2011

Brebes Kota Telor Asin

Seminggu yang lalu saya berkesempatan untuk pergi ke Brebes, sebuah kota yang terletak dijalur Pantura. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai, terkenal dengan telor asin dan juga kota penghasil bawang merah. Jika kita akan pergi Jogja, Semarang atau Solo melalui jalur darat kita pasti akan melewati kota ini.

Saya sebenarnya sudah beberapa kali melewati Brebes disaat akan pergi Solo dan ke Semarang. Tapi ya sekedar lewat. Tidak pernah mampir atau melihat lebih jauh seperti apa kota ini.

Saya dan beberapa teman berangkat ke Brebes menggunakan kereta dari stasiun kereta Gambir, Jakarta. Kebetulan kami mempunyai beberapa pekerjaan disana. Tentunya pekerjaan saya tidak lepas dari predikat kuli. Tepatnya kuli panggul. Tukang mangguli kamera. Sudah lama sekali saya tidak melakukan perjalanan jauh dengan kereta. Terakhir saya naik kereta ketika berangkat ke Surabaya bersama teman-teman kuliah pada tahun 2003. Itupun kereta ekonomi. Anda tentu bisa bayangkan bagaimana rasanya naik kereta ekonomi di negara kita ini.

Ketika berada di kereta dan duduk dengan nyaman didalam kereta, saya baru bisa merasakan ternyata berpergian dengan kereta itu sangat mengasyikkan dan nyaman. Apakah karena kereta ini kelas ekskutif atau apa ya?. Tapi yang jelas saya sangat menikmati perjalanan ke Brebes selama kurang lebih 5 jam tersebut. Sambil mendengarkan lagu di iPod, saya bisa melihat pemandangan sawah, orang membuat garam, sungai, perkampungan, kebun dan lain-lainnya sepanjang perjalanan. Saya jadi kepikiran untuk mencoba kembali naik kereta ke Surabaya tapi naik kelas ekskutif. Bagaimana rasanya. Apakah sama rasanya seperti dulu ketika saya bersama teman-teman kuliah naik kereta ekonomi ke Surabaya.
Brebes kota yang puanas dan ramai. Puanas mungkin karena berada di pinggir pantai. Ramai mungkin karena berada di jalur lintas, yaitu jalur pantura. Tapi siapa sangka kota yang hanya dilewati oleh orang yang ingin berpergian ke jawa bagian tengah dan timur ini menyimpan berbagai pesona. Terutama pesona untuk melakukan wisata kuliner.

Adalah Pak Jhoni Murahman, seorang dokter hewan lulusan FKH IPB angkatan 18 yang menemani saya untuk mencicipi beberapa makanan khas yang ada di Brebes. Senior yang satu ini memang T.O.P B.G.T. Baik banget dan bahkan kelewat baik. Menemani kami setiap kemana saja selama kami berada di Brebes.

Yang membuat saya terkagum-kagum plus geleng-geleng kepala adalah beliau sampai hafal lokasi-lokasi makanan enak di Brebes. Walaupun lokasinya terkadang tersebunyi dan jauh dari keramaian.
Hari pertama ketika kami nyampe kami langsung dibawa ke tempat jual sate blengong dan makan disana. Blengong adalah unggas hasil perkawinan antara itik dengan entok. Nah.. bingungkan sepertia apa bentuknya hehehe… Malamnya kami diajak ke Tegal untuk mencicipi bebek goreng yang terkenal di Tegal.
Pada malam hari keesokan harinya kami diajak untuk mencicipi Bandeng bakar lumpur di Pantai Randusanga, Brebes. Ikan bandeng ini sebelum dibakar seluruh tubuh ikan ditutupi lumpur tambak yang ada disekitar pantai. Saya awalnya sempat kaget, bagaimana makannya klo semuanya dilumuri lumpur. Tapi ketika selesai dibakar, lumpur tersebut akan mengering dan sebelum kita memakan ikannya, kulit ikan tersebut dikelupasi beserta dengan lumpur yang sudah mengering. “Rasa ikannya lebih original, karena kita tidak memberi bumbu apapun kecuali lumpur ini” kata yang jualan. Disajikan dengan cah kangkung, hmmm nikmat sekali makan malam dipinggir pantai. Nafsu makan saya pun menjadi bertambah.

Pada hari kedua, disaat makan siang. Beliau mengajak kami untuk mencicipi makanan yang cuma ada di Brebes dan terkenal di Brebes yaitu Blengong goreng di daerah Lembarawa. “Rumah makan ini tidak mengindahankan prinsip marketing. Karena lokasinya tersembunyi dan orang musti berjalan kaki masuk gang sekitar 100 m untuk menuju kesana” ungkap Pak Jhoni kepada kami. Ketika kami tiba disana, ternyata benar. Lokasinya berada disebuah pemukiman. Kendaraan musti diparkirkan dipinggir jalan dan kami musti berjalan kaki masuk gang kurang lebih 100 meter untuk menuju kesana. “Beneran nih ada tempat makan didalam?” ungkapku karena masih bingung dan ngga yakin ada tempat makan disana. Lokasinya pun hanya sebuah rumah biasa, yang tidak ada desain sama sekali untuk rumah makan. Hanya satu meja kecil yang terbuat dari kayu dan bangku panjang yang juga terbuat dari kayu, terletak didekat dapur.

Ternyata setelah kami tiba disana, sudah banyak yang antri untuk menunggu makan siang. Hampir semuanya berakaian dinas pegawai negeri. “Disini tempat makan favoritnya Pak Bupati. Bupati sering datang disini. Ini banyak ajudan-ajudannya yang makan disini” cerita Pak Jhoni sambil menunjuk beberapa tamu yang datang dan sambil bercerita menunggu makanan yang kami pesan tiba. Karena tidak ada meja dan kursi untuk menyantap makanan, tamu yang datang hanya duduk di teras rumah. Duduk di lantai kramik tanpa alas. Blengong goreng ini disajikan dengan sambal uleg, lalapan (kacang panjang, mentimun dan daun kemangi) bersama minuman teh poci. Ternyata bener. Makanannya memang enak dan lezat. Inilah mungkin alasannya kenapa banyak yang datang kesini, walaupun lokasinya tersembunyi dan musti jalan kaki menuju lokasinya. Orang yang makan pun hanya duduk diteras rumah sang pemilik tempat makan blengong goreng ini.

Disaat makan malam, saya diajak untuk mencoba makan malam di alun-alun Kota Brebes. Kami memarkirkan kendaraan kami disebuah rumah makan yang sederhana yang ada disana. Pak Jhoni memasankan kami sebuah makanan yaitu Lengko, sate kambing, hati goreng, telor rebus dan teh poci. Keesokan paginya (hari terakhir kami di Brebes) kami diajak untuk sarapan dengan Bogana (nasi kuning, ayam sayur, tempe bumbon, sambel pete, ikan teri, urap, tumis kacang, telor asin) dan minum teh poci. Lokasi tempat makanan ini juga di sebuah pemukiman dan masuk gang yaitu di daerah Gamprit, Pecinan. Dari luar ataupun orang yang tidak berasal dari sana tidak akan tahu kalo didalam gang tersebut ada yang menjual makanan. Seorang nenek yang sudah berjualan Bogana hampir 50 tahun lebih ini tidak pernah pindah dari lokasi dimana dia berjualan. Hanya di sebuah rumahnya yang kecil dan terkurung oleh beberapa rumah yang lain.

Ya.. itulah keunikan Pak Jhoni. Mencintai makan makanan khas Brebes. Klo ada tamu yang datang beliau selalu mengajak tamunya untuk mencicipi makanan-makanan khas Brebes. Beliau juga mengajak saya untuk melihat batik khas Brebes. Batik buatan tangan ini tidak dijual di pasar-pasar. Sang pemilik hanya menjualnya ditempat tinggalnya. Saya juga diajak untuk beli oleh-oleh telor asin, teh poci dan beberapa jajanan lainnya.

Lima menit sebelum kami naik kereta untuk pulang ke Jakarta, Pak Jhoni tiba-tiba datang dari rumahnya menemui kami di stasiun dan membawakan kami tahu genjrot. “Kalian sebelum pulang harus nyobain tahu getjrot. Enak ini, ngga pake pecin” ungkap pak Jhoni yang membuat saya kaget dan ngga habis pikir, kok bisa dia datang ke stasiun. Kami sudah mau berangkat ke Jakarta, kereta sebentar lagi sampai. Belum selesai saya berpikir dia sudah menghilang, dan tiba-tiba datang lagi membawakan semangkok sup buah. “Ini namanya sup buah, musti dicoba juga” tetap dengan semangatnya memberikannya kepada saya. “Walah pak, kok repot-repot begini, keretanya dah mau nyampe”. “Ngga papa, makan aja dulu sampe keretanya nyampe. Tadi saya telp dulu stasiunnya menanyakan apakah keretanya sudah berangkat atau belum. Karena belum berangkat ya, saya langsung kesini”. “Sampai segitunya pak” ugkapku sambil menghabisi makanannya dengan terburu-buru. Setelah kereta tiba Pak Jhoni mengantarkan kami naik kereta. Saya hanya bisa menjabat erat tangan beliau dan mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian dan kebaikkannya.

Sampai sekarang saya masih kangen dengan senyum khasnya Pak Jhoni. Melayani orang dengan setulus hati. Seorang bapak yang sangat-sangat baik dan menjadi suri tauladan. Terima kasih banyak Pak Jhoni atas kebaikannya. Semoga kita masih mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi. Klo Bapak ke Bogor, mungkin saya bingung harus mengajak wisata kuliner kemana karena saya tidak terlalu hafal lokasi-lokasi tempat makan makanan enak di Bogor. Mungkin bapak lebih hafal daripada saya karena bapak kan dulu juga pernah tinggal di Bogor walaupun pada tahun 80’an hehehe…